Mengenaihal-halyang seperti itu, jumhur ahli Hadits, ahli ushul dan fiqih menetapkan beberapa syarat bagi periwayatan hadits, yaitu sebagai berikut: 1. Islam. Pada waktu periwayatan hadits, maka seorang perawi harus muslim, dan menurut Ijma, periwayat seseorang yang kafir tidak dapat diterima. โ€” Rawi menjadi salah satu unsur penting dalam sebuah hadits, secara singkat pengertian rawi yaitu periwayat atau penyampaian hadits. Sahabat muslim pasti sudah mengetahui, bahwa hadits menjadi salah satu pedoman yang harus diamalkan oleh umat Islam. Sama pentingnya dengan Al-Qurโ€™an, hadits berisi penjelasan lebih rinci mengenai ayat-ayat dalam Al-Qurโ€™ rawi Hadits berisi sabda Rasulullah dan beberapa firman Allah yang dikenal sebagai hadits qudsy. Sebelum dibuat menjadi hadits tertulis, semua ucapan Rasul pada zaman dahulu langsung dihafalkan dan diamalkan oleh umat Islam. Seiring perkembangan zaman, para sahabat mulai membukukan hadits dengan mencatat semua sabda, orang-orang penyampai haditslah yang disebut dengan rawi. Pengertian Rawi Pengertian rawi menurut bahasa yaitu meriwayatkan, sedangkan menurut istilah rawi adalah orang-orang yang meriwayatkan hadits secara lisan maupun tulisan, asalkan hadits tersebut didengar langsung dari gurunya. Seorang perawi pun harus memiliki kecerdasan yang tinggi serta kejujuran, karena akan mempengaruhi hadits yang disampaikan. Tidak semua orang bisa menjadi perawi hadits, tentunya ada banyak syarat yang harus dipenuhi untuk dapat meriwayatkan sebuah hadits. Karena nantinya hadits akan menjadi sebuah pedoman hidup umat muslim setelah Al-Qurโ€™an. Proses periwayatannya pun tidak mudah, melalui proses yang panjang serta memakan waktu lama. Syarat Wajib Rawi Ada beberapa sifat wajib yang harus dimiliki seorang rawi agar bisa meriwayatkan hadits shohih. Seperti yang sahabat muslim ketahui bahwa hadits memiliki tingkat validnya tersendiri, yaitu hadits shohih, hasa, dan dhoif. Berikut ini beberapa sifat wajib seorang rawi Adil Adil di sini berbeda dengan perilaku adil dengan sifat istiqamatuddin dan al-muruโ€™ah. Istiqamatudiin adalah menjalankan semua kewajiban sebagai seorang muslim yang baik, serta menjauhi segala maksiat yang berujung kefasikan. Sedangkan al-muruโ€™ah menjalankan akhlak terpuji dan tidak membuat orang lain mencelanya, inilah yang disebut adil. Muslim Pada zaman dahulu banyak orang kafir yang ingin mengacaukan periwayatan hadits, maka dari itu sebelum meriwayatkan hadits, seorang rawi harus dipastikan kemuslimannya. Bahkan seorang muslim yang fasik pun diragukan periwayatannya dan bisa disebut kafir, hal tersebut telah Allah firmankan dalam Qs. Al-Hujurat 6 ูŠูŽุง ุฃูŽูŠู‘ูู‡ูŽุง ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู†ูŽ ุขู…ูŽู†ููˆุง ุฅูู†ู’ ุฌูŽุงุกูŽูƒูู…ู’ ููŽุงุณูู‚ูŒ ุจูู†ูŽุจูŽุฅู ููŽุชูŽุจูŽูŠู‘ูŽู†ููˆุง ุฃูŽู†ู’ ุชูุตููŠุจููˆุง ู‚ูŽูˆู’ู…ู‹ุง ุจูุฌูŽู‡ูŽุงู„ูŽุฉู ููŽุชูุตู’ุจูุญููˆุง ุนูŽู„ูŽู‰ูฐ ู…ูŽุง ููŽุนูŽู„ู’ุชูู…ู’ ู†ูŽุงุฏูู…ููŠู†ูŽ โ€œWahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan kecerobohan, yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.โ€ Baligh Syarat ketiga seorang rawi yaitu baligh, jadi periwayatan atau kesaksian seorang anak yang belum baligh tetap saja tidak mendapat validasi, sekalipun bisa jadi kesaksiannya itu benar. Pada zaman sahabat, ada banyak anak muda yang memperdalam ilmu agama bersama para syekh. Untuk dapat meriwayatkan sebuah hadits, mereka harus menunggu sampai usianya baligh. Berakal Seorang rawi yang hendak meriwayatkan hadits tentunya harus berakal, tidak dalam keadaan sakit mental. Kondisi tidak sepenuhnya sadar setelah bangun tidur juga bisa dibilang tidak berakal, karena periwayatan hadits memang sangat ketat. Tidak Berdosa Besar Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, seorang rawi harus memiliki sifat adil dalam pandangan islam. Rawi juga tidak boleh memiliki catatan dosa besar seperti membunuh, mencuri, berzina, dan lain-lain. Karena hal ini tentu akan mempengaruhi kualitas ucapannya. Tidak Sering Berdosa Kecil Selain tidak pernah melakukan dosa besar, seorang rawi juga tidak boleh melakukan dosa kecil. Seseorang yang taat agama pasti akan mejauhi dosa besar maupun kecil sebisa mungkin, rawi seperti inilah yang dapat meriwayatkan hadits shohih. Dhabit Dhabit memiliki dua kriteria, yaitu dhabit kuat hafalan di mana seorang rawi memiliki daya ingat yang tinggi dan tidak mudah lupa. Sedangkan dhabit yang kedua, yaitu kemampuan memelihara alkitab yang diberikan oleh gurunya, tidak ada ada perubahan sedikit pun yang dilakukan oleh rawi. Tingkatan Rawi Tidak semua rawi dapat memenuhi syarat wajib yang disebutkan di atas, maka dari itu terciptalah tingkatan rawi. Bahkan untuk mengenali dan mengidentifikasi sifat para rawi pun ada ilmu, yaitu ilmu thabaqah. Dengan mempelajari ilmu tersebut, para ahli hadits akan memudahkan penelitian suatu sanad dalam hadits. Tingkatan tersebut biasanya diklasifikasikan berdasarkan kriteria para rawi serta zaman kehidupannya. Sehingga rawi yang dihasilkan berbeda-beda, juga dapat mempengaruhi kualitas hadits yang diriwayatkannya. Berikut ini tiga tingkatan hadits dan para perawi yang mendudukinya Tingkat Sahabat Abu Hurairah meriwayatkan Aisyah meriwayatkan Annas bin Malik meriwayatkan dll. Tingkat Tabiin Umayyah bin Abdullah bin Khalid, Saโ€™id bin Al-Musayyab, dll. Tingkat Mudawwin Bukhari, Muslim, Imam An-Nasaโ€™iy, dll. Penjelasan mengenai di atas sudah cukup untuk memberikan wawasan umum mengenai hadits. Tidak semua hadits memiliki periwayat yang memenuhi syarat, sehingga terbentuklah keshohihan hadits. Maka dari itu, sahabat muslim harus lebih teliti lagi ketika menemukan sebuah hadits, lakukan pemeriksaan apakah hadits tersebut shohih, hasan, atau bahkan dhaif. */sumber Seorangperawi hadits disebut sebagai tidak dhabith, apabila dia diindikasikan bersifat salah satu dari keadaan berikut: 1. Sering salah yang parah (fahsyul ghalath) 2. Lemah hafalan (su'ul hifzh) 3. Pelupa (ghuflah) 4. Banyak salah sambung (katsratul awham) 5. Bertentangan dengan yang lebih tsiqah (mukhalafatuts tsiqat) ***

loading...Para ulama ahli hadis membagi Hadis berdasarkan beberapa klasifikasi. Foto ilustrasi/dok pecihitam Umat Islam pasti tak lepas dari yang namanya Hadis ุงู„ุญุฏูŠุซ atau Al-Hadits. Sebagaimana diketahui, sumber hukum Islam ada 4 yaitu Al-Qur'an, Hadis sunnah Nabi, Ijma kesepakatan ulama, dan Qiyas. Hadis secara harfiah berarti berbicara, perkataan atau percakapan. Istilah hadis berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, sebagai manusia yang diutus untuk diikuti dan diteladani seluruh istilah ulama ahli hadis, Hadis adalah apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya, sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi dan terkadang sebelumnya. Sehingga arti hadis di sini semakna dengan ulama Ahli Hadis membagi hadis berdasarkan beberapa klasifikasi. Berikut penjelasan lengkapnyaBerdasarkan Tingkat Kualitas Keaslian HadisTingkatan hadis pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni Shahih, Hasan, Dha'if dan Maudlu'.1. Hadis SahihYaitu tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadis. Hadis shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut- Sanadnya bersambung- Diriwayatkan oleh para penutur/perawi yang adil- Memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruahkehormatan-nya, dan kuat ingatannya. - Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan syadz serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadis โ€™illat.Mahmud Thahan dalam Taisir Musthalahil Hadits menjelaskan hadits shahih adalahู…ุง ุงุชุตู„ ุณู†ุฏู‡ ุจู†ู‚ู„ ุงู„ุนุฏู„ ุงู„ุธุงุจุท ุนู† ู…ุซู„ู‡ ุฅู„ู‰ ู…ู†ุชู‡ุงู‡ ู…ู† ุบูŠุฑ ุดุฐูˆุฐ ูˆู„ุง ุนู„ุฉ"Setiap hadits yang rangkaian sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari awal sampai akhir sanad, tidak terdapat di dalamnya Syadz dan 'illah."2. Hadis HasanHadis Hasan dan Sahih hampir sama. Namun, perbedaannya ada sedikit kelemahan pada perawinya misalnya diriwayatkan oleh perawi yang adil namun tidak sempurna ingatannya. Namun matannya tidak syadz atau cacat. Perbedaan dari kedua jenis hadis ini adalah kualitas hafalan perawi hadits hasan tidak sekuat hadits shahih. Ulama hadits sebenarnya berbeda-beda dalam mendefenisikan hadits hasan. Menurut Mahmud Thahhan, defenisi yang mendekati kebenaran adalah definisi yang dibuat Ibnu Hajar. Menurut beliau hadits Hasan ialahู‡ูˆ ู…ุง ุงุชุตู„ ุณู†ุฏู‡ ุจู†ู‚ู„ ุงู„ุนุฏู„ ุงู„ุฐูŠ ุฎู ุถุจุทู‡ ุนู† ู…ุซู„ู‡ ุฅู„ู‰ ู…ู†ุชู‡ุงู‡ ู…ู† ุบูŠุฑ ุดุฐูˆุฐ ูˆู„ุง ุนู„ุฉ"Hadits yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi adil, namun kualitas hafalannya tidak seperti hadits shahih, tidak terdapat syadz dan illah."3. Hadis Dhaif lemahHadits dhaif ialah hadits yang tidak memenuhi persyaratan hadits shahih dan hadits hasan. Yaitu hadis yang sanadnya tidak bersambung dapat berupa hadis mauquf, maqthu', mursal, muโ€™allaq, mudallas, munqathiโ€™ atau muโ€™dlal, atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau Mandzumah Bayquni disebutkanูˆูƒู„ ู…ุง ุนู† ุฑุชุจุฉ ุงู„ุญุณู† ู‚ุตุฑ ูู‡ูˆ ุงู„ุถุนูŠู ูˆู‡ูˆ ุงู‚ุณุงู… ูƒุซุฑ"Setiap hadits yang kualitasnya lebih rendah dari hadits hasan adalah dhaif dan hadits dhaif memiliki banyak ragam."4. Hadis Maudhu'Hadis Maudhu adalah Hadis dusta, dibuat-buat atau palsu. Bila hadis dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai Ujung SanadKlasifikasi ini dibagi menjadi 3 golongan yakni Hadis Marfu terangkat, Mauquf terhenti dan Maqthuโ€™terputus.1. Hadis Marfu' Yaitu hadis yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

Pengertian hadis adalah segala yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang menjadi tumpuan umat Islam hingga saat ini. Ajaran agama Islam memiliki kitab suci AlQuran sebagai petunjuk hidup. Hadis sebagai sumber hukum kedua setelah AlQuran.. Keberadaan hadis, menjadi pelengkap dan menyempurnakan supaya umat tidak salah paham dalam memaknai setiap ayat atau ajaran agama.

Jakarta Arti musinnah merupakan salah satu persyaratan hewan kurban saat Idul Adha. Ada banyak ketentuan yang telah ditetapkan Rasulullah SAW dalam hadis terkait hewan yang sah dijadikan hewan kurban pada saat Hari Raya Idul Adha. Hukum Patungan Kurban Saat Idul Adha, Bolehkah? Hukum Menjual Kulit Hewan Kurban, Simak Penjelasan Kemenag RI 5 Cara Menyembelih Hewan Kurban yang Benar, Simak Doanya Syarat hewan kurban musinnah diterangkan dalam riwayat hadits yang dinukil dari kitab Fikih Sunnah Jilid 5 karya Sayyid Sabiq. Diriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah SAW bersabda ู„ุง ุชูŽุฐู’ุจูŽุญููˆุง ุฅูู„ุง ู…ูุณู†ุฉุŒ ูุฅูู† ุชูŽุนู’ู…ูุฑู ุนูŽู„ูŽูŠู’ูƒูู…ู’ ููŽุงุฐู’ุจูŽุญููˆุง ุฌูŽุฐูŽุนูŽุฉู‹ ู…ูู†ูŽ ุงู„ุถู‘ูŽุฃู’ู†ู Artinya "Janganlah kalian menyembelih hewan kurban kecuali musinnah. Namun jika sulit bagimu, maka sembelihlah biri-biri domba jadza'ah." HR Muslim. Lantas apa arti dari musinnah? Berikut ulas mengenai arti musinnah yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Kamis 8/6/2023.Sapi-sapi kurban milik Presiden Jokowi dan Gubernur Anies Baswedan dikirim ke Kepulauan Seribu. Warga kepulauan tersebut senang karena pertama kalinya Presiden Jokowi mengirimkan hewan kurban ke hewan kurban buku Panduan Qurban dari A sampai Z 2015 karya Ammi Nur Baits, yang menjelaskan terkait arti musinnah adalah hewan yang sudah masuk usia dewasa. Kata musinnah sendiri berasal dari bahasa Arab yakni sinnun yang artinya gigi. Hal ini karena ketika hewan ini menginjak usia musinnah, ada giginya yang tanggal atau poel. Definisi lain, musinnah adalah hewan yang gigi depannya telah tumbuh permanen. Sedangkan di bawah usia musinnah adalah usia jadzaah. Hewan yang termasuk musinnah dan jadzaah berbeda-beda. Berikut rinciannya Jadzaโ€™ah untuk domba gembel, yakni domba yang sudah berusia 6 bulan menurut Madzhab Hanafi dan Hanbali. Adapun menurut Maliki dan Syafiโ€™i adalah domba yang sudah genap satu tahun. Musinnah untuk kambing, baik kambing jawa maupun domba adalah kambing yang sudah genap satu tahun, menurut Madzhab Hanafi, Maliki, dan Hambali. Sedangkan menurut Madzhab Syafiโ€™i, kambing yang usiannya genap dua tahun. Musinnah untuk sapi adalah umur dua tahun, menurut Madzhab Hanafi, Syafiโ€™i, dan Hanbali. Sedangkan menurut Malikiyah, sapi yang usianya tiga tahun. Musinnah untuk unta adalah unta yang genap lima tahun, menurut Hanafiyah, Malikiyah, Syafiโ€™iyah, dan Hanbali. Maka tidak sah berkurban dengan hewan yang belum mencapai umur minimal yang telah disebutkan di atas. Tapi diizinkan oleh Nabi Muhammad saw untuk berkurban dengan domba jika sudah sempurna 6 bulan usianya. Dalam buku berjudul Fiqih Kurban 2021 karya Ustadz Abu Abdil Aโ€™la Hari Ahadi, menjelaskan bahwa jenis hewan yang boleh dikurbankan terdiri dari 5 jenis, yakni unta, sapi, kerbau, kambing, dan domba. Kondisi hewan ini harus sehat dan tidak cacat. Kondisi cacat yang dimaksud menurut syariat adalah pincang, buta, sakit, dan kurus. Rasulullah SAW bersabda dalam hadist berikut โ€œTidak bisa dilaksanakan kurban binatang yang pincang, yang nampak sekali pincangnya, yang buta sebelah matanya dan nampak sekali butanya, yang sakit dan nampak sekali sakitnya dan binatang yang kurus yang tidak berdaging.โ€ HR. Tirmidzi. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga bersabda, โ€œAda empat hewan yang tidak boleh dijadikan kurban buta sebelah yang jelas butanya, sakit yang jelas sakitnya, pincang yang jelas pincangnya ketika jalan, dan hewan yang sangat kurus, seperti tidak memiliki sumsum.โ€ HR. Nasaโ€™i, Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani. Selain itu, ada juga cacat yang menyebabkan makruh untuk berkurban, ada dua 1. Sebagian atau keseluruhan telinganya terpotong. 2. Tanduknya pecah atau patah. Kemudian, cacar lainnya adalah cacat yang tidak berpengaruh pada hewan kurban boleh dijadikan untuk kurban namun kurang sempurna. Seperti tidak bergigi ompong, tidak berekor, bunting, atau tidak Hewan Kurban yang LainnyaIlustrasi hewan kurban/copyright musinnah, terdapat beberapa persyaratan hewan kurban yang perlu diketahui umat Muslim adalah sebagai berikut Merupakan hewan ternak sapi, kambung, unta, domba, dan kerbau. Satu kambing hanya boleh atas nama satu pengkurban. Sementara untuk sapi, bisa menjadi hewan kurban untuk 7 orang. Hewan harus sehat, bebas dari penyakit, dan tidak boleh buta atau bermata satu, kehilangan bagian dari ekor atau telinganya. Sebagian besar mazhab fiqh menerima bahwa hewan harus dijinakkan. Ketentuan Penyembelihan KurbanPengungsi Rohingya yang tinggal di Malaysia mengontrol seekor sapi sebelum menyembelihnya saat Idul Adha di Kuala Lumpur, Malaysia, 10 Juli 2022. Umat muslim seluruh dunia merayakan Idul Adha atau Hari Raya Kurban untuk memperingati kesediaan Nabi Ibrahim mengorbankan putranya. Mohd RASFAN/AFPBerikut ini terdapat beberapa ketentuan penyembelihan hewan kurban menurut syariat Islam, yakni Kurban dilakukan saat Iduladha dan hari tasyrik setelahnya. Kegiatan kurban dilaksanakan mulai pagi hari tanggal 10 sampai terbenamnya matahari tanggal 13 Dzulhijjah. Penyembelih beragama islam, baligh dan mampu menyembelih, membaca bismillah dan berniat atas nama orang yang berkurban. Alat penyembelihan, harus tajam, alat tersebut bisa berbahan besi, bambu, kaca ataupun yang lainnya, Tidak diperkenankan berbahan tulang, kuku,atau pun gigi. Tujuan penyembelihan untuk tujuan yang diridhai Allah SWT bukan untuk tujuan tumbal atau untuk sajian nenek moyang berhala atau upacara kemusrikan lainnya. Tata Cara Penyembelihan Hewan KurbanGubernur DKI Jakarta Anies Baswesdan menyembelih sendiri hewan kurban miliknya di Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah, Minggu 10/7/2022. NelfiraDalam Islam juga dijelaskan terkait tata cara penyembelihan hewan kurban yang benar. Berikut ini penjelasannya Membaringkan hewan kurban dengan posisi lambung kirinya ke tanah dengan muka menghadap kiblat, Mengikat semua kaki hewan tersebut dengan tali kecuali kaki sebelah kanan bagian belakang. Letakkan kaki si penyembelih di atas leher atau muka hewan tersebut supaya hewan tersebut tidak dapat menggerakkan kepalanya. Membaca Bismillah. Membaca shalawat. Membaca takbir. Apabila orang lain yang menyembelihkan, maka si penyembelih menyebutkan nama-nama orang yang berkurban. Mengasah pisau yang akan digunakan supaya lebih tajam Mulai menyembelih hewan * Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. Artinya perawi tersebut tidak menjalankan kefasikan, dosa-dosa, perbuatan dan perkataan yang hina. Perawi yang adil adalah perawi yang muslim, baligh (dapat memahami perkataan dan menjawab pertanyaan), berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan rusaknya kehormatan (contoh-contoh kefasikan dan rusaknya kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan bid'ah, termasuk diantaranya merokok, mencukur jenggot, dan bermain musik).3. 5 Lima Syarat Hadis Shahih Berdasarkan kuantitas sanad, hadis dibagi menjadi dua; hadis mutawatir dan hadis ahad. Sedangkan ditinjau berdasarkan kualitas sanad, hadis dibagi menjadi tiga; hadis shahih, hasan, dan dhaif. Pada pembahasan berikut ini, kita akan memfokuskan pada penjelasan hadis shahih. Apa itu hadis shahih? Apa saja syaratnya? Secara bahasa, shahih berarti sehat atau lawan dari sakit. Makna ini menjadi makna sebenarnya untuk fisik, namun merupakan majaz untuk hadis. Sementara secara istilah, Hafidz Hasan Al-Masโ€™udiy Gurus besar Universitas Al-Azhar As-Syarif serta pengarang kitab Minhatu Al-Mughits, menjelaskan hadis shahih dalam kitabnya sebagaimana berikut. ู…ูŽุงุงุชู‘ูŽุตูŽู„ูŽ ุงูุณู’ู†ูŽุฏูู‡ู ุจูู†ูŽู‚ู’ู„ู ุงู„ู’ุนูŽุฏู’ู„ู ุงู„ุถู‘ูŽุงุจูุทู ุถุจุทุง ุชุงู…ุง ุนูŽู†ู’ ู…ูุซู’ู„ูู‡ู ุงูู„ูŽู‰ ู…ูู†ู’ุชูŽู‡ูŽู‰ ุงู„ุณู‘ูŽู†ูŽุฏู ู…ูู†ู’ ุบูŽูŠู’ุฑูุดูุฐููˆู’ุฐู ูˆูŽู„ูŽุงุนูู„ู‘ูŽุฉู ู‚ูŽุงุฏูุญูŽุฉู Hadis yang bersambung sanadnya diriwayatkan oleh rawi yang adil lagi dhabit kuat hafalannya dan dari rawi yabg sekualitas dengannya hingga puncak akhir sanada, terhindar dari syadz kejanggalan dan tidak ada illat cacat yang parah. Berdasarkan istilah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hadis shahih itu harus memiliki lima syarat yang penjabarannya adalah sebagaimana berikut. Pertama, bersambung sanadnya ittishalus sanad. Artinya, tiap-tiap rawi periwayat hadis dari rawi lainnya benar-benar mengambil hadis secara langsung dari orang di atasnya dari sejak awal sanad sampai akhir sanad. Jadi, setiap rangkaian rawi dalam sanad tersebut memiliki hubungan guru dan murid. Hal ini bisa diketahui dengan melihat biografi masing-masing rawi di kitab sejarah para rawi hadis rijal al-hadis. Biasanya dalam kitab tersebut dicantumkan nama guru dan muridnya, namun apabila tidak disebutkan bisa juga diketahui dengan melihat perjalanan ilmiah atau tahun wafatnya. Kedua, Perawinya Adil di dalam periwayatan. Adil di sini bermakna perawi tersebut Islam, Aqil berfikir sehat, Baligh dewasa, terhindar dari melakukan dosa besar atau dosa-dosa kecil yang terus menerus, terhindar dari hal-hal yang menodai kepribadian. Misalnya makan di pasar, berjalan tanpa alas kaki atau tidak memakai penutup kepala Ketiga, Dlabith, artinya kuat ingatan. Sedangkan Dlabith ada dua macam; Dlabith Shadri, artinya ingatan rawi benar-benar tersimpan kuat di dalam pikirannya atas apa yang telah ia dengar dan terima, ingatannya tersebut sanggup ia keluarkan kapanpun dan di manapun ia kehendaki Dlabith Kitab, artinya rawi tersebut kuat ingatannya berdasarkan buku catatannya yang ia tulis sejak ia mendengar atau menerima hadis. Hal ini berlaku pada zaman pertama periwayatan hadis, untuk zaman sekarang cukup berdasar pada naskah-naskah yang telah disepakati dan telah disahihkan Keempat, Tidak terdapat kejanggalan. Maksudnya Periwayatan seorang rawi yang dikatakan tsiqah dipercaya berbeda dengan periwayatan banyak rawi lainnya yang juga tsiqah dipercaya, sebab ditambah atau dikurangi sanad maupun matannya Kelima, Tidak adanya kecacatan. Yaitu cacat yang berada pada hadis, di mana secara dlahir hadis tersebut dapat diterima, akan tetapi setelah diselidiki secara mendalam dan dengan seksama jalur periwayatannya mengandung cacat yang menyebabkan hadis itu ditolak. Mislanya hadis mursal atau munqathiโ€™ akan tetapi diriwayatkan secara muttashil. ุงู„ุนู…ุฏุฉ Khoirul Anam KN
Untukmengetahui illat dalam sebuah hadis adalah dengan cara membandingkan antar periwayatan yang tsiqah. 4. Perawinya 'adil. Imam Ibnu Hajar mengatakan perawi yang adil adalah perawi yang menjaga ketakwaan dan menjauhi dosa kecil. Artinya orang 'adil adalah orang yang senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan dosa atau yang mengikuti hawa nafsunya. Ada lima syarat perawi disebut 'adil, yaitu: (1) Muslim; (2) Menjauhi perbuatan fasiq; (3) bukan orang yang teledor; (4) mukallaf (balig
Was this document helpful?Leave a comment or say thanksCourse agama183 DocumentsStudents shared 183 documents in this courseMAKALAHSYARAT SEORANG PERAWI DAN PROSES TRANSPORMASI PERIWAYATANHADISDibuat untuk memenuhi tugas dalam Perkuliahan Ulumul HaditsDosen Pengampu Ratika Rovianti, oleh1. Wiwin Suharni2. Jamilatul Khasanah3. Is Dwi Siti Nurjanah4. Sarifatul Mahmuda5. Siti Latifatussaรขโ‚ฌโ„ขadah6. Nuraina7. Neni Juwita8. ToyibFAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUANPRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAMINSTITUT AGAMA ISLAMANNUR LAMPUNG2021

Keempatsyarat tersebut adalah: 1. Beragama Islam. Hal pertama yang harus dipenuhi oleh perawi yang 'รขdil adalah harus beragama Islam. Syarat ini dibutuhkan periwayat ketika menyampaikan riwayat sebuah hadis bukan ketika menerima sebuah hadis.[8] Para ulama berbeda pendapat mengenai dalil yang digunakan sebagai dasar alasan mengapa seseorang

Kriteria-kriteria Hadits Shahih Syarah Mandzumah al Baiquniyah Dalam matan Baiquniyah ุฃูŽูˆู‘ูŽู„ูู‡ูŽุง ุงู„ุตู‘ูŽุญููŠุญู ูˆูŽู‡ู’ูˆูŽ ู…ูŽุง ุงุชู‘ูŽุตูŽู„ู’ โ€ฆ ุฅุณู’ู†ูŽุงุฏูู‡ู ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุดูุฐู‘ูŽ ุฃูŽูˆู’ ูŠูุนูŽู„ู’ Yang pertama adalah shahih, yaitu yang bersambungโ€ฆsanadnya dan tidak syadz atau mengandung illat penyakit. ูค โ€“ ูŠูŽุฑู’ูˆููŠู‡ู ุนูŽุฏู’ู„ูŒ ุถูŽุงุจูุทูŒ ุนูŽู†ู’ ู…ูุซู’ู„ูู‡ู โ€ฆ ู…ูุนู’ุชูŽู…ูŽุฏูŒ ูููŠ ุถูŽุจู’ุทูู‡ู ูˆูŽู†ูŽู‚ู’ู„ูู‡ู Diriwayatkan oleh orang yang adil, kokoh dalam periwayatan mendapatkan khabar dari orang yang semisal dengannyaโ€ฆyang diakui dalam kekokohan dan penukilan Penjelasan al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyebutkan kriteria atau persyaratan hadits shahih ada 5, yaitu Sanadnya bersambung. Para perawinya adil. Para perawinya kokoh dalam periwayatan dhobth. Tidak syadz Tidak memiliki illat penyakit/ cacat yang tercela Masing-masing poin itu akan dijelaskan secara lebih mendetail 1. SANADNYA BERSAMBUNG Salah satu kriteria suatu hadits dikatakan shahih adalah jika sanadnya bersambung. Masing-masing perawi benar-benar mendengar langsung dari perawi di atasnya. Berikut ini adalah contoh hadits dalam Shahih al-Bukhari yang menunjukkan sanadnya bersambung. Al-Imam al-Bukhari menyatakan ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุฎูŽู„ู‘ูŽุงุฏู ุจู’ู†ู ูŠูŽุญู’ูŠูŽู‰ ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุนููŠุณูŽู‰ ุจู’ู†ู ุทูŽู‡ู’ู…ูŽุงู†ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุณูŽู…ูุนู’ุชู ุฃูŽู†ูŽุณูŽ ุจู’ู†ูŽ ู…ูŽุงู„ููƒู ุฑูŽุถููŠูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู†ู’ู‡ู ูŠูŽู‚ููˆู„ู ู†ูŽุฒูŽู„ูŽุชู’ ุขูŠูŽุฉู ุงู„ู’ุญูุฌูŽุงุจู ูููŠ ุฒูŽูŠู’ู†ูŽุจูŽ ุจูู†ู’ุชู ุฌูŽุญู’ุดู ูˆูŽุฃูŽุทู’ุนูŽู…ูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูŽุง ูŠูŽูˆู’ู…ูŽุฆูุฐู ุฎูุจู’ุฒู‹ุง ูˆูŽู„ูŽุญู’ู…ู‹ุง ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ุชูŽูู’ุฎูŽุฑู ุนูŽู„ูŽู‰ ู†ูุณูŽุงุกู ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ุชูŽู‚ููˆู„ู ุฅูู†ู‘ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ูŽ ุฃูŽู†ู’ูƒูŽุญูŽู†ููŠ ูููŠ ุงู„ุณู‘ูŽู…ูŽุงุกู Telah menceritakan kepada kami Khollaad bin Yahya ia berkata telah menceritakan kepada kami Isa bin Thohmaan, ia berkata Aku mendengar Anas bin Malik โ€“semoga Allah meridhainya- berkata Ayat perintah Hijab turun terkait dengan Zainab bintu Jahsy. Pada saat itu Nabi memberikan makan kepada tamu undangan berupa roti dan daging kambing. Zainab berbangga di hadapan para istri Nabi shollallahu alaihi wasallam yang lain. Zainab berkata Sesungguhnya Allah menikahkan aku dari atas langit al-Bukhari. Sanad dalam hadits itu terdapat perawi dari al-Imam al-Bukhari sampai Anas bin Malik adalah Khollaad bin Yahya, Isa bin Thohmaan, dan Anas bin Malik. Al-Imam al-Bukhari mendengar langsung dari Khollaad bin Yahya. Khollaad bin Yahya mendengar langsung dari Isa bin Thohmaan. Isa bin Thohmaan mendengar langsung dari Anas bin Malik. Jika ditelusuri dalam kitab-kitab biografi para perawi hadits, akan bisa dipastikan bahwa masing-masing perawi itu memang benar-benar pernah mendengar hadits berguru pada perawi yang setingkat di atasnya. Shighotut Tahammul Dalam penyampaian hadits, seseorang perawi akan mengungkapkan bagaimana perawi yang satu tingkat di atasnya menyampaikan hadits itu kepada dia. Cara pengungkapan tersebut dinamakan shighotut tahammul. Ada beberapa contoh shighotut tahammul yang mengisyaratkan ketersambungan sanad, di antaranya adalah ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง telah menceritakan kepada kami ุฃูŽุฎู’ุจูŽุฑูŽู†ูŽุง telah mengkhabarkan kepada kami ุณูŽู…ูุนู’ุชู saya mendengar ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ููŠ telah menceritakan kepadaku ุฃูŽู†ู’ุจูŽุฃูŽู†ูŽุง telah memberitahukan kepada kami Ungkapan-ungkapan ini adalah beberapa contoh shighotut tahammul yang menunjukkan bahwa perawi itu benar-benar mendengar langsung dari perawi yang setingkat di atasnya. Berbeda dengan penggunaan shighotut tahammul seperti ุนูŽู†ู’ dari Penggunaan kata an dari sebagai pengungkapan bagaimana suatu perawi menerima hadits itu, tidaklah secara tegas memastikan bahwa perawi itu benar-benar mendengar langsung dari perawi yang setingkat di atasnya. Penggunaan shighotut tahammul an disebut juga periwayatan an-anah atau muโ€™an-an. Perhatikan perbedaan penggunaan shigotut tahammul berikut ini dalam contoh yang berbeda. Contoh pertama ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠ ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุณูŽุนููŠุฏู ุจู’ู†ู ุงู„ู’ู…ูุณูŽูŠู‘ูŽุจู Az-Zuhriy berkata telah menceritakan kepada kami Said bin al-Musayyab Contoh kedua ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠ ุนูŽู†ู’ ุณูŽุนููŠู’ุฏู ุจู’ู†ู ุงู„ู’ู…ูุณูŽูŠู‘ูŽุจู Az-Zuhriy dari Said bin al-Musayyab Contoh pertama menunjukkan bahwa az-Zuhriy mendengar hadits itu langsung dari Said bin al-Musayyab. Sedangkan contoh kedua adalah riwayat an-anah atau muโ€™an-an, yang tidak menunjukkan secara tegas bahwa az-Zuhriy menerima hadits itu langsung dari Said bin al-Musayyab. Bisa juga az-Zuhriy mendengar dari orang lain yang orang itu mendengar dari Said bin al-Musayyab. โœ… Beberapa Kondisi Tidak Bersambungnya Sanad Jika sanadnya tidak bersambung, riwayat itu lemah, tidak shahih. Ada beberapa keadaan sanad yang terputus atau tidak bersambung, yaitu Munqothiโ€™ terputus pada bagian manapun dalam sanad. Berapapun jumlah perawi yang terputus. Mursal, terputus pada perawi Sahabat. Dari seorang Tabiโ€™i murid Sahabat Nabi langsung menisbatkan hadits pada Nabi. Muโ€™dhol, terputus pada 2 atau lebih perawi secara berurutan. Muโ€™allaq, terputus di awal sanad Mudallas, tidak meyakinkan sebagai sanad yang bersambung karena perawinya suka menyamarkan keadaan perawi lain. Kelima istilah tersebut akan dibahas pada bagian tersendiri dalam penjelasan Mandzhumah al-Baiquniyyah ini, insyaallah beserta contoh-contohnya. Ada pula hadits yang tidak memiliki sanad sama sekali. Hadits ini masuk kategori Laa Ashla Lahu tidak ada asalnya. Lebih parah kondisinya dibandingkan hadits lemah yang bersanad. Contoh hadits yang Laa Ashla Lahu karena tidak memiliki sanad riwayat, adalah Hendaknya kalian berpegang teguh dengan agamanya para wanita-wanita tua Ihyaโ€™ Ulumuddin karya al-Ghozaliy Para Ulama menilai hadits ini sebagai hadits yang tidak asalnya. Di antara Ulama yang menilai demikian adalah Tajuddin as-Subkiy dan as-Sakhawiy. Tajuddin as-Subkiy meneliti kitab Ihyaaโ€™ Ulumuddin karya al-Imam al-Ghozali dan mengumpulkan hadits-hadits yang beliau tidak menemukan sanadnya. Beliau sendirikan kumpulan hadits itu dalam bagian tersendiri pada kitab Thobaqoot asy-Syafiiyyah al-Kubro. Sedangkan as-Sakhowiy menilai hadits itu tidak memiliki sanad di dalam kitab al-Maqooshidul Hasanah. Baik Tajuddin as-Subkiy maupun as-Sakhowiy adalah Ulama Syafiyyah. โœ… Silsilah Sanad Paling Shahih Di antara sanad-sanad yang shahih, para Ulama ada yang menyebutkan tentang silsilah sanad paling shahih. Menurut al-Imam al-Bukhari, silsilah sanad paling shahih adalah Malik dari Nafiโ€™ dari Ibnu Umar. Berikut ini adalah contoh hadits yang berisi sanad paling shahih menurut al-Bukhari ุนูŽู†ู’ ู…ูŽุงู„ููƒ ุนูŽู†ู’ ู†ูŽุงููุนู ุนูŽู†ู’ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุจู’ู†ู ุนูู…ูŽุฑูŽ ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู„ู‘ูŽุฐููŠ ุชูŽูููˆุชูู‡ู ุตูŽู„ูŽุงุฉู ุงู„ู’ุนูŽุตู’ุฑู ูƒูŽุฃูŽู†ู‘ูŽู…ูŽุง ูˆูุชูุฑูŽ ุฃูŽู‡ู’ู„ูŽู‡ู ูˆูŽู…ูŽุงู„ูŽู‡ู Dari Malik dari Nafiโ€™ dari Abdullah bin Umar bahwasanya Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Orang yang terlewatkan dari sholat Ashar bagaikan orang yang kehilangan keluarga dan hartanya Muwaththaโ€™ al-Imam Malik, juga dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim Sedangkan menurut al-Imam Ahmad dan Ishaq bin Rahawaih, silsilah sanad yang paling shahih adalah az-Zuhriy dari Salim dari ayahnya, yaitu Ibnu Umar radhiyallahu anhu. Contoh hadits yang sanadnya melalui jalur tersebut adalah ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ู…ูุณูŽุฏู‘ูŽุฏูŒ ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ูŠูŽุฒููŠุฏู ุจู’ู†ู ุฒูุฑูŽูŠู’ุนู ุนูŽู†ู’ ู…ูŽุนู’ู…ูŽุฑู ุนูŽู†ู ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠู‘ู ุนูŽู†ู’ ุณูŽุงู„ูู…ู ุจู’ู†ู ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠู‡ู ุนูŽู†ู ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฅูุฐูŽุง ุงุณู’ุชูŽุฃู’ุฐูŽู†ูŽุชู’ ุงู…ู’ุฑูŽุฃูŽุฉู ุฃูŽุญูŽุฏููƒูู…ู’ ููŽู„ูŽุง ูŠูŽู…ู’ู†ูŽุนู’ู‡ูŽุง al-Imam al-Bukhari menyatakan telah menceritakan kepada kami Musaddad ia berkata telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zuraiโ€™ dari Maโ€™mar dari az-Zuhriy dari Salim bin Abdillah dari ayahnya dari Nabi shollallahu alaihi wasallam Jika seorang wanita istri meminta ijin kepada kalian untuk sholat di masjid, janganlah melarangnya al-Bukhari dalam Shahihnya 2. PERAWI ADIL DAN 3. KOKOH DHOBITH Salah satu syarat hadits dikatakan shahih adalah jika semua perawinya adil dan kokoh dhobith dalam meriwayatkan. Al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyatakan ูŠูŽุฑู’ูˆููŠู‡ู ุนูŽุฏู’ู„ูŒ ุถูŽุงุจูุทูŒ ุนูŽู†ู’ ู…ูุซู’ู„ูู‡ู โ€ฆ ู…ูุนู’ุชูŽู…ูŽุฏูŒ ูููŠ ุถูŽุจู’ุทูู‡ู ูˆูŽู†ูŽู‚ู’ู„ูู‡ู Diriwayatkan oleh orang yang adil, kokoh dalam periwayatan mendapatkan khabar dari orang yang semisal dengannyaโ€ฆyang diakui dalam kekokohan dan penukilan Mandzhumah al-Baiquniyyah Adil artinya lebih dominan kebaikan dibandingkan keburukannya, juga menghindari dosa-dosa besar maupun kebidโ€™ahan. Sedangkan dhobith artinya kokoh dalam meriwayatkan, baik secara hafalan atau tulisan. Benar saat menerima riwayat dan tepat pula saat menyampaikan riwayat. Jika seorang perawi memenuhi kriteria adil dan kokoh dhobit, disederhanakan penyebutannya menjadi tsiqoh. Perawi yang tsiqoh artinya dia adil dan kokoh dalam periwayatan. Ada beberapa kondisi perawi yang tidak memenuhi adil dan dhobith, di antaranya 1. Tidak dikenal. Kondisi perawi yang tidak dikenal, di antaranya adalah a. Mubham, tidak diketahui nama perawinya. b. Majhul tidak dikenal. Bisa berupa majhul ain atau majhul haal. Majhul ain artinya tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali satu perawi saja definisi al-โ€™Iraqiy. Sedangkan majhul haal setidaknya ada 2 adil yang meriwayatkan darinya, tapi kondisi perawi itu apakah ada jarh celaan atau taโ€™dil pujian tidak diketahui. 2. Perawi tidak adil, misalkan karena kefasikan suka mencuri, minum khamr, dan sebagainya, atau berpemikiran bidโ€™ah khawarij, qodariy, dan sebagainya. 3. Perawi tidak dhobith, misalkan karena lemah dalam hafalan atau sering salah dalam periwayatannya. 4. Perawi mudallis Perawi tersebut suka menyamarkan kondisi perawi di atasnya. Dalam riwayat muโ€™an-โ€™an bisa ternilai sebagai riwayat yang sanadnya tidak bersambung. Berikut ini adalah contoh hadits yang lemah karena perawi yang mubham Hadits dalam Sunan Abi Dawud ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุจู’ู†ู ู…ูุญูŽู…ู‘ูŽุฏู ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠู‘ู ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุณููู’ูŠูŽุงู†ู ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ููŠ ูุฅุณู’ู…ูŽุนููŠู„ู ุจู’ู†ู ุฃูู…ูŽูŠู‘ูŽุฉูŽ ุณูŽู…ูุนู’ุชู ุฃูŽุนู’ุฑูŽุงุจููŠู‘ู‹ุง ูŠูŽู‚ููˆู„ู ุณูŽู…ูุนู’ุชู ุฃูŽุจูŽุง ู‡ูุฑูŽูŠู’ุฑูŽุฉูŽ ูŠูŽู‚ููˆู„ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู…ูŽู†ู’ ู‚ูŽุฑูŽุฃูŽ ู…ูู†ู’ูƒูู…ู’ { ูˆูŽุงู„ุชู‘ููŠู†ู ูˆูŽุงู„ุฒู‘ูŽูŠู’ุชููˆู†ู } ููŽุงู†ู’ุชูŽู‡ูŽู‰ ุฅูู„ูŽู‰ ุขุฎูุฑูู‡ูŽุง { ุฃูŽู„ูŽูŠู’ุณูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุจูุฃูŽุญู’ูƒูŽู…ู ุงู„ู’ุญูŽุงูƒูู…ููŠู†ูŽ } ููŽู„ู’ูŠูŽู‚ูู„ู’ ุจูŽู„ูŽู‰ ูˆูŽุฃูŽู†ูŽุง ุนูŽู„ูŽู‰ ุฐูŽู„ููƒูŽ ู…ูู†ูŽ ุงู„ุดู‘ูŽุงู‡ูุฏููŠู†โ€ฆ Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad az-Zuhriy ia berkata telah menceritakan kepada kami Sufyan ia berkata telah menceritakan kepadaku Ismail bin Umayyah ia berkata aku mendengar seorang Badui pedalaman berkata Aku mendengar Abu Hurairah berkata Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Barangsiapa yang membaca wattiini waz zaytuun kemudian sampai pada akhirnya kalimat alaysallaahu bi ahkamil haaakimiin, hendaknya ia mengucapkan Balaa wa ana minasy syaahidiinโ€ฆ. Abu Dawud. Di dalam sanad hadits itu terdapat seorang yang tidak diketahui dengan jelas siapa namanya, sehingga tidak diketahui pula siapa orangnya. Hanya disebut seorang Badui yang mengaku mendengar dari Abu Hurairah. Contoh lain hadits yang tidak memenuhi kriteria perawinya semua adil dan dhobith adalah hadits berikut ini, yaitu hadits yang mengandung perawi yang lemah tidak dhobith dan majhul tidak dikenal. Hadits Ali tentang bersedekap di bawah pusar saat sholat dalam Sunan Abi Dawud ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ู…ูุญูŽู…ู‘ูŽุฏู ุจู’ู†ู ู…ูŽุญู’ุจููˆุจู ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุญูŽูู’ุตู ุจู’ู†ู ุบููŠูŽุงุซู ุนูŽู†ู’ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ุฑู‘ูŽุญู’ู…ูŽู†ู ุจู’ู†ู ุฅูุณู’ุญูŽู‚ูŽ ุนูŽู†ู’ ุฒููŠูŽุงุฏู ุจู’ู†ู ุฒูŽูŠู’ุฏู ุนูŽู†ู’ ุฃูŽุจููŠ ุฌูุญูŽูŠู’ููŽุฉูŽ ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุนูŽู„ููŠู‘ู‹ุง ุฑูŽุถููŠูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู†ู’ู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ู…ูู†ูŽ ุงู„ุณู‘ูู†ู‘ูŽุฉู ูˆูŽุถู’ุนู ุงู„ู’ูƒูŽูู‘ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู’ูƒูŽูู‘ู ูููŠ ุงู„ุตู‘ูŽู„ูŽุงุฉู ุชูŽุญู’ุชูŽ ุงู„ุณู‘ูุฑู‘ูŽุฉู Abu Dawud as-Sijistaniy menyatakan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Mahbuub ia berkata telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyaats dari Abdurrahman bin Ishaq dari Ziyaad bin Zaid dari Abu Juhaifah bahwasanya Ali radhiyallahu anhu berkata Termasuk Sunnah adalah meletakkan telapak tangan di atas telapak tangan dalam sholat di bawah pusar Abu Dawud Abdurrahman bin Ishaq al-Waasithiy lemah. Sedangkan Ziyaad bin Zaid majhul menurut adz-Dzahabiy dalam Miizaanul Iโ€™tidal fii Naqdir Rijaal. โœ… Kitab Referensi Biografi para Perawi Hadits Para Ulama menulis karya-karya yang berisikan biografi taraajum para perawi hadits. Kitab tersebut ada yang mengkhususkan pada perawi yang terpercaya tsiqoh saja. Ada pula yang hanya berisikan perawi lemah dan yang ditinggalkan periwayatannya. Ada pula yang berisi kumpulan perawi baik yang lemah maupun yang terpercaya. Berikut ini akan ditampilkan beberapa di antara karya para Ulama tersebut berdasarkan klasifikasi masing-masing. โ˜‘ Kitab biografi para perawi hadits khusus untuk yang terpercaya saja ats-Tsiqoot karya Ibnu Hibban. Maโ€™rifatus Tsiqoot karya Ahmad bin Abdillah bin Sholih Abul Hasan al-Ijliy โ˜‘ Kitab biografi para perawi hadits yang lemah dan ditinggalkan periwayatannya adh-Dhuโ€™afaaโ€™ al-Kabiir karya al-Uqailiy. adh-Dhuโ€™afaaโ€™ ash-Shoghir karya al-Bukhari. adh-Dhuโ€™afaaโ€™ wal Matrukiin karya Ibnul Jauziy. adh-Dhuโ€™afaaโ€™ wal Matrukiin karya anNasaai. adh-Dhuโ€™afaaโ€™ karya Abu Nuaim al-Ashbahaaniy. al-Majruuhiin karya Ibnu Hibban. al-Mughniy fid Dhuโ€™afaaโ€™ karya Syamsuddin Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabiy. โ˜‘ Kitab biografi para perawi hadits baik yang terpercaya maupun tidak al-Jarh wat Taโ€™dil karya Ibnu Abi Hatim. Tahdziibul Kamaal karya Yusuf bin az-Zakiy Abdurrahman Abul Hajjaaj al-Mizziy. Taqriibut Tahdziib karya Ahmad bin Ali bin Hajar al-Asqolaaniy. Miizaanul Iโ€™tidaal fii Naqdir Rijaal karya Syamsuddin Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabiy. atTaariikh al-Kabiir karya al-Bukhariy. 4. TIDAK SYADZ Salah satu kriteria agar suatu hadits disebut sebagai hadits yang shahih dan bisa diterima adalah tidak syadz. Artinya, riwayat itu tidak menyelisihi riwayat lain yang perawinya lebih tsiqoh atau lebih banyak. Al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyatakan tentang kriteria hadits shahih ุฃูŽูˆู‘ูŽู„ูู‡ูŽุง ุงู„ุตู‘ูŽุญููŠุญู ูˆูŽู‡ู’ูˆูŽ ู…ูŽุง ุงุชู‘ูŽุตูŽู„ู’ โ€ฆ ุฅุณู’ู†ูŽุงุฏูู‡ู ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุดูุฐู‘ูŽ ุฃูŽูˆู’ ูŠูุนูŽู„ู’ Yang pertama adalah shahih, yaitu yang bersambungโ€ฆsanadnya dan tidak syadz atau mengandung illat penyakit Mandzhumah al-Baiquniyyah Kita ambil contoh periwayatan dalam penyampaian berita pada kejadian sehari-hari. Seorang guru menyampaikan informasi pada murid-muridnya. Ada sepuluh siswa yang mendengar informasi langsung dari gurunya. Gurunya berharap, sepuluh siswa itu nanti meneruskan informasi itu kepada rekan-rekannya sesama siswa yang lain. Kesepuluh siswa ini adalah tsiqoh. Informasi yang disampaikan oleh guru adalah besok kita akan melakukan rihlah perjalanan ke pantai. Namun, satu siswa yang bernama Ahmad mengaku bahwa guru menyampaikan informasi bahwa besok kita akan melakukan rihlah perjalanan ke gunung. Informasi yang ditangkap dan disampaikan Ahmad itu berbeda dengan kesembilan rekannya yang lain. Informasi yang disampaikan oleh Ahmad itu lemah, meski Ahmad adalah perawi yang tsiqoh, karena periwayatannya dalam berita itu syadz, menyelisihi periwayatan dari para perawi lain yang lebih tsiqoh atau lebih banyak jumlahnya, yang juga tsiqoh. Al-Imam asy-Syafiโ€™i rahimahullah menyatakan ุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ุงู„ุดู‘ูŽุงุฐู ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ุญูŽุฏููŠู’ุซู ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽุฑู’ูˆููŠูŽ ุงู„ุซู‘ูู‚ูŽุงุชู ุญูŽุฏููŠู’ุซุงู‹ ุŒ ููŽูŠูŽุดูุฐู‘ูŽ ุนูŽู†ู’ู‡ูู…ู’ ูˆูŽุงุญูุฏูŒ ุŒ ููŽูŠูุฎูŽุงู„ูููŽู‡ูู…ู’ Riwayat syadz dalam hadits adalah jika para perawi yang tsiqoh meriwayatkan hadits. Namun ada satu yang menyelisihi riwayat mereka al-Kifaayah fii ilmir Riwaayah karya al-Khothib 1/141 Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolaaniy berkata ุงู„ุดู‘ูŽุงุฐู ู…ูŽุง ุฑูŽูˆูŽุงู‡ู ุงู„ู’ู…ูŽู‚ู’ุจููˆู’ู„ู ู…ูุฎูŽุงู„ููุงู‹ ู„ูู…ูŽู†ู’ ู‡ููˆูŽ ุฃูŽูˆู’ู„ูŽู‰ ู…ูู†ู’ู‡ู Syadz adalah apa yang diriwayatkan oleh orang yang diterima periwayatannya namun menyelisihi periwayatan dari orang yang lebih utama dibandingkan dia Nuzhatun Nadzhor fii taudhiih Nukhbatil Fikar 1/213 โœ… Contoh Hadits Syadz Berikut ini akan disebutkan sebuah contoh hadits syadz. Hadits itu tentang sholat Isya yang dilakukan oleh Nabi shollallahu alaihi wasallam. Ada 4 jalur periwayatan. Tiga jalur periwayatan menjelaskan bahwa Nabi shollallahu alaihi wasallam sholat Isya menjelang tengah malam. Sedangkan 1 jalur periwayatan menjelaskan bahwa beliau melakukannya setelah lewat tengah malam. Satu jalur periwayatan ini syadz, sehingga lemah. Hadits tersebut ada dalam musnad atThoyaalisi, sebagai berikut ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุฃูŽุจููˆ ุฏูŽุงูˆูุฏูŽ ุŒ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ู‚ูุฑู‘ูŽุฉู ุŒ ุนูŽู†ู’ ู‚ูŽุชูŽุงุฏูŽุฉูŽ ุŒ ุนูŽู†ู’ ุฃูŽู†ูŽุณู ุŒ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู†ูŽุธูŽุฑู’ู†ูŽุง ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ูŽ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูููŠ ุงู„ู’ุนูุดูŽุงุกู ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ู…ูŽุถูŽู‰ ุดูŽุทู’ุฑู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู ุŒ ุซูู…ู‘ูŽ ุฎูŽุฑูŽุฌูŽ ููŽุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุจูู†ูŽุง ูƒูŽุฃูŽู†ู‘ููŠ ุฃูŽู†ู’ุธูุฑู ุฅูู„ูŽู‰ ูˆูŽุจููŠุตู ุฎูŽุงุชูู…ูู‡ู ู…ูู†ู’ ููุถู‘ูŽุฉู ูููŠ ูŠูŽุฏูู‡ู Telah menceritakan kepada kami Abu Dawud at Thoyaalisiy ia berkata telah menceritakan kepada kami Qurrah dari Qotadah dari Anas ia berkata Kami melihat Nabi shollallahu alaihi wasallam di waktu Isya hingga telah berlalu setengah malam. Kemudian beliau keluar sholat bersama kami. Seakan-akan aku melihat pada kilauan cincin beliau yang terbuat dari perak pada tangan beliau Abu Dawud atThoyaalisiy dalam Musnadnya Sekalipun jalur riwayat ini para perawinya tsiqoh semua dan sanadnya bersambung, namun riwayat ini menyelisihi riwayat lain yang juga tsiqoh dengan sanad bersambung. Setidaknya ada 3 jalur periwayatan yang berbeda dengan 1 riwayat itu. Riwayat pertama Jalur riwayat dari Said bin ar Robiโ€™ dari Qurrah dari Qotadah dari Anas bin Malik ุญูŽุชู‘ูŽู‰ ูƒูŽุงู†ูŽ ู‚ูŽุฑููŠุจูŒ ู…ูู†ู’ ู†ูุตู’ูู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู Hingga mendekati setengah malam Muslim Riwayat kedua Jalur riwayat dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bin Malik ุฅูู„ูŽู‰ ุดูŽุทู’ุฑู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู ุฃูŽูˆู’ ูƒูŽุงุฏูŽ ูŠูŽุฐู’ู‡ูŽุจู ุดูŽุทู’ุฑู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู Menuju pertengahan malam atau hampir berlalu setengah malam Muslim Riwayat ketiga Jalur riwayat dari Kholid bin al-Harits dari Humaid dari Anas bin Malik ุฅูู„ูŽู‰ ู‚ูŽุฑููŠุจู ู…ูู†ู’ ุดูŽุทู’ุฑู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู Hingga mendekati pertengahan malam anNasaai dan Ibnu Majah Hal ini menunjukkan bahwasanya riwayat Abu Dawud atThoyaalisiy tersebut lemah karena syadz, menyelisihi setidaknya 3 jalur lain yang sanadnya shahih. Perlu diketahui bahwasanya Abu Dawud atThoyaalisiy adalah Ulama yang berbeda dengan Abu Dawud as-Sijistaaniy penyusun Sunan Abi Dawud. Dari pemaparan tersebut kita mengetahui bahwasanya untuk menilai suatu hadits itu shahih atau tidak, kita tidak bisa berpatokan pada satu jalur riwayat saja. Jangan terburu-buru menilai suatu hadits shahih, sampai terkumpul semua riwayat yang berkaitan dengan itu. Mungkin saja suatu jalur riwayat sanadnya shahih, namun periwayatan itu menyelisihi jalur lain yang lebih shahih sehingga hukumnya adalah hadits syadz, yang masuk kategori lemah. Karena itu, penilaian shahih tidaknya suatu hadits semestinya dilakukan oleh Ulama pakar hadits. Terkait pelaksanaan sholat Isya, waktu terakhir adalah pada tengah malam. Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda ูˆูŽูˆูŽู‚ู’ุชู ุตูŽู„ูŽุงุฉู ุงู„ู’ุนูุดูŽุงุกู ุฅูู„ูŽู‰ ู†ูุตู’ูู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู ุงู„ู’ุฃูŽูˆู’ุณูŽุทู Waktu sholat Isya hingga tengah malam Muslim Sebagai contoh, jika Maghrib adalah jam WIB dan Subuh pada WIB, maka rentang waktu malam adalah 10 jam. Jadi, waktu Isya berakhir pada 5 jam setelah Maghrib, yaitu jam WIB. Umar bin al-Khoththob radhiyallahu anhu pernah mengirim surat kepada Abu Musa al-Asyโ€™ari untuk tidak lalai dari sholat Isyaโ€™ jangan sampai melakukannya hingga lewat tengah malam ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุนูู…ูŽุฑูŽ ุจู’ู†ูŽ ุงู„ู’ุฎูŽุทู‘ูŽุงุจู ูƒูŽุชูŽุจูŽ ุฅูู„ูŽู‰ ุฃูŽุจููŠ ู…ููˆุณูŽู‰ ุงู„ู’ุฃูŽุดู’ุนูŽุฑููŠู‘ูโ€ฆูˆูŽุฃูŽู†ู’ ุตูŽู„ู‘ู ุงู„ู’ุนูุดูŽุงุกูŽ ู…ูŽุง ุจูŽูŠู’ู†ูŽูƒูŽ ูˆูŽุจูŽูŠู’ู†ูŽ ุซูู„ูุซู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู ููŽุฅูู†ู’ ุฃูŽุฎู‘ูŽุฑู’ุชูŽ ููŽุฅูู„ูŽู‰ ุดูŽุทู’ุฑู ุงู„ู„ู‘ูŽูŠู’ู„ู ูˆูŽู„ูŽุง ุชูŽูƒูู†ู’ ู…ูู†ูŽ ุงู„ู’ุบูŽุงููู„ููŠู† Bahwa Umar bin al-Khoththob menulis kepada Abu Musa al-Asyโ€™ariyโ€ฆSholatlah Isyaโ€™ pada sepertiga malam pertama. Jika engkau mau mengakhirkan, silakan lakukan hingga pertengahan malam, jangan termasuk orang yang lalai Malik, Abdurrozzaq, al-Baihaqy, Syaikh al-Albaniy menyatakan sanad riwayat ini shahih dalam Tamaamul Minnah 5. TIDAK MEMILIKI ILLAT YANG TERCELA QODIHAH Salah satu persyaratan agar suatu hadits ternilai shahih adalah tidak memiliki illat yang tercela. Illat secara bahasa bermakna penyakit atau cacat. Al-Imam al-Baiquniy rahimahullah menyatakan ุฃูŽูˆู‘ูŽู„ูู‡ูŽุง ุงู„ุตู‘ูŽุญููŠุญู ูˆูŽู‡ู’ูˆูŽ ู…ูŽุง ุงุชู‘ูŽุตูŽู„ู’ โ€ฆ ุฅุณู’ู†ูŽุงุฏูู‡ู ูˆูŽู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุดูุฐู‘ูŽ ุฃูŽูˆู’ ูŠูุนูŽู„ู’ Yang pertama adalah shahih, yaitu yang bersambungโ€ฆsanadnya dan tidak syadz atau mengandung illat penyakitMandzhumah al-Baiquniyyah Illat itu baru bisa terlihat jika seluruh riwayat yang terkait hadits itu dikumpulkan. Illat suatu hadits tidaklah diketahui kecuali oleh Ulama yang benar-benar pakar dalam ilmu hadits. Adakalanya suatu illat tidak tercela. Hal itu jika tidak berimplikasi pada hukum tertentu. Sebagai contoh, berapakah harga unta Jabir saat dibeli oleh Nabi? Pada beberapa riwayat nampak berbeda-beda. Namun perbedaan itu tidaklah mengapa. Tanpa diketahui secara benar berapa harganya, kita sudah bisa mengambil faidah dari hadits itu baik secara fiqh, adab, dan sebagainya. Contoh lain adalah berapa jumlah istri Nabi Sulaiman saat beliau bersumpah akan menggilirโ€™ istrinya dan lupa mengucapkan insyaallah? Pada riwayat-riwayat yang shahih berbeda-beda. Ada riwayat yang menyatakan 100. Sebagian riwayat ada yang menyatakan 70, ada pula yang 90. Tapi perbedaan ini tidaklah mengapa. Tidak berimplikasi terhadap kandungan pelajaran yang bisa dipetik dari hadits itu. โœ…Contoh Hadits yang Memiliki Illat yang Tercela Bagaimana dengan illat yang tercela? Berikut ini kita akan menyimak contoh suatu hadits yang terlihat secara dzhahir sebagai hadits yang shahih, padahal sebenarnya lemah karena adanya illat yang tercela. โ˜‘ Contoh Pertama Hadits yang Memiliki Illat Qodihah Hadits ini adalah hadits riwayat Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Hadits tersebut menunjukkan larangan kencing dengan berdiri. โ€ฆุนูŽู†ู ุงุจู’ู†ู ุฌูุฑูŽูŠู’ุฌู ุนูŽู†ู’ ู†ูŽุงููุนู ุนูŽู†ู ุงุจู’ู†ู ุนูู…ูŽุฑูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู„ูŽุง ุชูŽุจูู„ู’ ู‚ูŽุงุฆูู…ู‹ุง "โ€ฆdari Ibnu Juraij dari Nafiโ€™ dari Ibnu Umar ia berkata Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Janganlah engkau kencing berdiri" Ibnu Hibban dalam Shahihnya. Secara dzhahir, nampak bahwa sepertinya potongan sanad ini shahih. Ibnu Juraij memang tsiqoh, namun ia tergolong perawi yang mudallis. Riwayat ini pun adalah riwayat muโ€™an-an, yang menunjukkan bahwa Ibnu Juraij tidak secara tegas menyatakan bahwa ia mendengar hadits itu secara langsung dari Nafiโ€™. Jika dilihat pada jalur riwayat yang lain, ternyata memang Ibnu Juraij tidak mendengar hadits itu langsung dari Nafiโ€™, namun melalui satu perawi yang lain. Sayangnya, perawi itu lemah, yaitu Abdul Karim bin Abi Umayyah. Mari kita lihat riwayat berikut ini ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุงุจู’ู†ู ุฌูุฑูŽูŠู’ุฌู ุนูŽู†ู’ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู’ูƒูŽุฑููŠู…ู ุจู’ู†ู ุฃูŽุจููŠ ุฃูู…ูŽูŠู‘ูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ู†ูŽุงููุนู ุนูŽู†ู’ ุงุจู’ู†ู ุนูู…ูŽุฑูŽ ุนูŽู†ู’ ุนูู…ูŽุฑูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุขู†ููŠ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูˆูŽุฃูŽู†ูŽุง ุฃูŽุจููˆู„ู ู‚ูŽุงุฆูู…ู‹ุง ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ูŠูŽุง ุนูู…ูŽุฑู ู„ูŽุง ุชูŽุจูู„ู’ ู‚ูŽุงุฆูู…ู‹ุง .โ€ฆtelah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij dari Abdul Karim bin Abi Umayyah dari Nafiโ€™ dari Ibnu Umar dari Umar ia berkata Rasulullah shollallahu alaihi wasallam melihat saat aku kencing berdiri. Nabi bersabda Wahai Umar, janganlah kencing berdiri Ibnu Majah Abdul Karim bin Abi Umayyah dinilai sebagai perawi yang lemah oleh para Ulama, di antaranya Abu Zurโ€™ah. ุณูุฆูู„ูŽ ุฃูŽุจููˆู’ ุฒูุฑู’ุนูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู’ูƒูŽุฑููŠู’ู…ู ุจู’ู†ู ุฃูŽุจูู‰ ุฃูู…ูŽูŠู‘ูŽุฉูŽ ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ู‡ููˆูŽ ู„ูŽูŠู‘ูู†ูŒ Abu Zurโ€™ah ditanya tentang Abdul Karim bin Abi Umayyah, dia menjawab Orang tersebut lemah al-Jarh wat Taโ€™dil karya Ibnu Abi Hatim ar Raaziy nomor perawi 311 6/60. Bahkan, al-Imam Ahmad menilai perawi tersebut menyerupai matruk ditinggalkan periwayatannya. Faidah lain yang bisa ambil dari pemaparan ini adalah bahwa hadits dalam Shahih Ibnu Hibban tidak seluruhnya shahih. โ˜‘ Contoh Kedua Hadits yang Memiliki Illat Qodihah Ada sebuah hadits tentang anjuran mengganti di hari lain bagi seseorang yang membatalkan puasa sunnah. Namun hadits tersebut menurut sebagian para Ulama adalah lemah, karena mengandung illat qodihah. Hadits tersebut ada dalam Muwatthaโ€™ Imam Malik sebagai berikut ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ููŠ ูŠูŽุญู’ูŠูŽู‰ ุนูŽู†ู’ ู…ูŽุงู„ููƒ ุนูŽู†ู ุงุจู’ู†ู ุดูู‡ูŽุงุจู ุฃูŽู†ู‘ูŽ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ูˆูŽุญูŽูู’ุตูŽุฉูŽ ุฒูŽูˆู’ุฌูŽูŠู’ ุงู„ู†ู‘ูŽุจููŠู‘ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุฃูŽุตู’ุจูŽุญูŽุชูŽุง ุตูŽุงุฆูู…ูŽุชูŽูŠู’ู†ู ู…ูุชูŽุทูŽูˆู‘ูุนูŽุชูŽูŠู’ู†ู ููŽุฃูู‡ู’ุฏููŠูŽ ู„ูŽู‡ูู…ูŽุง ุทูŽุนูŽุงู…ูŒ ููŽุฃูŽูู’ุทูŽุฑูŽุชูŽุง ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ููŽุฏูŽุฎูŽู„ูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ูู…ูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ุญูŽูู’ุตูŽุฉู ูˆูŽุจูŽุฏูŽุฑูŽุชู’ู†ููŠ ุจูุงู„ู’ูƒูŽู„ูŽุงู…ู ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ุจูู†ู’ุชูŽ ุฃูŽุจููŠู‡ูŽุง ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฅูู†ู‘ููŠ ุฃูŽุตู’ุจูŽุญู’ุชู ุฃูŽู†ูŽุง ูˆูŽุนูŽุงุฆูุดูŽุฉู ุตูŽุงุฆูู…ูŽุชูŽูŠู’ู†ู ู…ูุชูŽุทูŽูˆู‘ูุนูŽุชูŽูŠู’ู†ู ููŽุฃูู‡ู’ุฏููŠูŽ ุฅูู„ูŽูŠู’ู†ูŽุง ุทูŽุนูŽุงู…ูŒ ููŽุฃูŽูู’ุทูŽุฑู’ู†ูŽุง ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ููŽู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ุงู‚ู’ุถููŠูŽุง ู…ูŽูƒูŽุงู†ูŽู‡ู ูŠูŽูˆู’ู…ู‹ุง ุขุฎูŽุฑูŽ Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Ibnu Syihab bahwasanya Aisyah dan Hafshah kedua istri Nabi shollallahu alaihi wasallam pada pagi harinya berpuasa sunnah. Kemudian keduanya diberi hadiah makanan sehingga keduanya berbuka. Kemudian Rasulullah shollallahu alaihi wasallam masuk menemui keduanya. Aisyah berkata Hafshah mendahuluiku dalam berbicara. Ia memang benar-benar putri ayahnya seperti Umar. Hafshah menyatakan Pada pagi hari aku dan Aisyah berpuasa sunnah. Kemudian kami diberi hadiah makanan. Kami pun berbuka membatalkan puasa dengannya. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda Gantilah puasa itu di hari lain Malik dalam al-Muwatthaโ€™ Hadits ini periwayatannya terputus antara Ibnu Syihab az-Zuhriy dengan Aisyah. Biasanya Ibnu Syihab mendengar hadits dari Aisyah melalui Urwah bin az-Zubair, Abu Salamah, atau Ubaidullah bin Abdillah bin Utbah. Ada jalur riwayat lain semakna dengan hadits itu yang menunjukkan bahwa Ibnu Syihab az-Zuhriy mendengar hadits itu dari Urwah bin az-Zubair ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุฃูŽุญู’ู…ูŽุฏู ุจู’ู†ู ู…ูŽู†ููŠุนู ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ูƒูŽุซููŠุฑู ุจู’ู†ู ู‡ูุดูŽุงู…ู ุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽู†ูŽุง ุฌูŽุนู’ููŽุฑู ุจู’ู†ู ุจูุฑู’ู‚ูŽุงู†ูŽ ุนูŽู†ู’ ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠู‘ู ุนูŽู†ู’ ุนูุฑู’ูˆูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ูƒูู†ู’ุชู ุฃูŽู†ูŽุง ูˆูŽุญูŽูู’ุตูŽุฉู ุตูŽุงุฆูู…ูŽุชูŽูŠู’ู†ู ููŽุนูุฑูุถูŽ ู„ูŽู†ูŽุง ุทูŽุนูŽุงู…ูŒ ุงุดู’ุชูŽู‡ูŽูŠู’ู†ูŽุงู‡ู ููŽุฃูŽูƒูŽู„ู’ู†ูŽุง ู…ูู†ู’ู‡ู ููŽุฌูŽุงุกูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ููŽุจูŽุฏูŽุฑูŽุชู’ู†ููŠ ุฅูู„ูŽูŠู’ู‡ู ุญูŽูู’ุตูŽุฉู ูˆูŽูƒูŽุงู†ูŽุชู’ ุงุจู’ู†ูŽุฉูŽ ุฃูŽุจููŠู‡ูŽุง ููŽู‚ูŽุงู„ูŽุชู’ ูŠูŽุง ุฑูŽุณููˆู„ูŽ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุฅูู†ู‘ูŽุง ูƒูู†ู‘ูŽุง ุตูŽุงุฆูู…ูŽุชูŽูŠู’ู†ู ููŽุนูุฑูุถูŽ ู„ูŽู†ูŽุง ุทูŽุนูŽุงู…ูŒ ุงุดู’ุชูŽู‡ูŽูŠู’ู†ูŽุงู‡ู ููŽุฃูŽูƒูŽู„ู’ู†ูŽุง ู…ูู†ู’ู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ ุงู‚ู’ุถููŠูŽุง ูŠูŽูˆู’ู…ู‹ุง ุขุฎูŽุฑูŽ ู…ูŽูƒูŽุงู†ูŽู‡ู atTirmidzi berkata telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Maniโ€™ ia berkata telah menceritakan kepada kami Katsir bin Hisyam ia berkata telah menceritakan kepada kami Jaโ€™far bin Burqon dari Ibnu Syihab az-Zuhriy dari Urwah dari Aisyah ia berkata Aku dan Hafshah pernah berpuasa. Kemudian kami diberi makanan yang kami senangi. Kami pun memakannya. Kemudian datanglah Rasulullah shollallahu alaihi wasallam. Hafshah mendahuluiku dalam menyampaikan kepada Nabi. Ia memang putri ayahnya. Hafshah berkata Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berdua berpuasa, kemudian diberikan kepada kami makanan yang kami inginkan. Kami pun memakannya. Nabi menyatakan Gantilah di hari lain atTirmidzi Jika dilihat sepintas, seakan-akan hadits riwayat Malik itu dikuatkan oleh riwayat atTirmidzi ini. Sanad yang terputus pada riwayat Malik โ€“ Ibnu Syihab tidak pernah bertemu dengan Aisyah โ€“ seakan-akan terjembatani oleh riwayat atTirmidzi bahwa Ibnu Syihab mendengarnya dari Urwah bin az-Zubair. Namun, nampak jelas pada riwayat lain bahwa Ibnu Syihab mengaku tidak mendengar riwayat itu dari Urwah bin az-Zubair. Ia hanya mendengar dari beberapa orang yang tidak disebut namanya mubham. Mari disimak nukilan riwayat Ibnu Rahawaih berikut ini ุนูŽู†ู ุงุจู’ู†ู ุฌูุฑูŽูŠู’ุฌู ู‚ูŽุงู„ูŽ ู‚ูู„ู’ุชู ู„ูุงุจู’ู†ู ุดูู‡ูŽุงุจู ุฃูŽุญูŽุฏู‘ูŽุซูŽูƒูŽ ุนูุฑู’ูˆูŽุฉู ุจู’ู†ู ุงู„ุฒู‘ูุจูŽูŠู’ุฑ ุนูŽู†ู’ ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ุนูŽู†ู’ ุฑูŽุณููˆู’ู„ู ุงู„ู„ู‡ู โ€“ ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ โ€“ ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู‚ูŽุงู„ูŽ โ€ู…ูŽู†ู’ ุฃูŽูู’ุทูŽุฑูŽ ูููŠ ุชูŽุทูŽูˆู‘ูุนู ุ› ููŽู„ู’ูŠูŽู‚ู’ุถูู‡ูโ€ ุŸ ู‚ูŽุงู„ูŽ ู„ูŽู…ู’ ุฃูŽุณู’ู…ูŽุนู’ ู…ูู†ู’ ุนูุฑู’ูˆูŽุฉูŽ ูููŠ ุฐูŽู„ููƒูŽ ุดูŽูŠู’ุฆุงู‹ ุŒ ูˆูŽู„ูŽูƒูู†ู‘ููŠ ุณูŽู…ูุนู’ุชู ูููŠ ุฎูู„ูŽุงููŽุฉู ุณูู„ูŽูŠู’ู…ูŽุงู†ูŽ ุงุจู’ู†ู ุนูŽุจู’ุฏู ุงู„ู’ู…ูŽู„ููƒู ู…ูู†ู’ ู†ูŽุงุณู ุนูŽู†ู’ ุจูŽุนู’ุถู ู…ูู†ู’ ู†ูุณูŽุงุกู ุนูŽุงุฆูุดูŽุฉูŽ ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ุง ูŽู‚ูŽุงู„ูŽุชู’โ€ฆ Dari Ibnu Juraij ia berkata Aku berkata kepada Ibnu Syihab Apakah Urwah bin az-Zubair meriwayatkan kepada anda dari Aisyah dari Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda kepada orang yang berbuka dari puasa Sunnah hendaknya ia menggantinya di hari lain? Ibnu Syihab berkata Aku tidak mendengar dari Urwah tentang hal itu. Akan tetapi aku mendengar pada masa kekhalifahan Sulaiman bin Abdil Malik dari seseorang dari sebagian hamba sahaya wanita Aisyah bahwasanya ia berkataโ€ฆMusnad Ibnu Rahawaih 1/94, dinukil dalam Silsilah al-Ahaadits adh-Dhaifah karya Syaikh al-Albaniy 11/838 Jelaslah bahwa Ibnu Syihab tidak mendengar hadits itu dari Urwah. Tapi mendengar dari beberapa orang yang tidak jelas apakah tsiqoh atau tidak. Hal itu menunjukkan kelemahan riwayat tersebut. Jika ada yang bertanya Mengapa dalam riwayat atTirmidzi dinyatakan bahwa periwayatan Ibnu Syihab itu melalui Urwah? Jawabannya adalah Itu adalah kesalahan Jaโ€™far bin Burqoon. Meski ia adalah perawi yang tsiqoh, namun khusus periwayatan dia dari az-Zuhriy adalah periwayatan yang guncang. Artinya, ia sering salah dalam periwayatan dari az-Zuhriy. Al-Imam adz-Dzahabiy menyatakan ุฌูŽุนู’ููŽุฑู ุจู’ู†ู ุจูุฑู’ู‚ูŽุงู† ุนูŽู†ู’ ู…ูŽูŠู’ู…ููˆู’ู† ุจู’ู†ู ู…ูู‡ู’ุฑูŽุงู† ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฃูŽุญู’ู…ูŽุฏู ูŠูุฎู’ุทูู‰ุกู ูููŠ ุญูŽุฏููŠู’ุซู ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠ Jaโ€™far bin Burqoon periwayatannya biasanya melalui Maimun bin Mihraan. Ahmad bin Hanbal berkata Dia Jaโ€™far bin Burqoon sering salah dalam meriwayatkan hadits az-Zuhriy al-Mughniy fid Dhuโ€™afaaโ€™ 1/131 Al-Imam Ibnu Abi Hatim ar-Raaziy menukil ucapan Ibnu Numair tentang Jaโ€™far bin Burqoon ุฌูŽุนู’ููŽุฑู ุจู’ู†ู ุจูุฑู’ู‚ูŽุงู† ุซูู‚ูŽุฉูŒุŒ ุฃูŽุญูŽุงุฏููŠู’ุซูู‡ู ุนูŽู†ู ุงู„ุฒู‘ูู‡ู’ุฑููŠ ู…ูุถู’ุทูŽุฑูุจูŽุฉ Jaโ€™far bin Burqoon tsiqoh terpercaya, namun hadits-haditsnya dari az-Zuhriy guncang al-Jarh wat Taโ€™dil karya Ibnu Abi Hatim 1/321. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa keshahihan maupun kelemahan suatu hadits tidaklah bisa dinilai dari satu riwayat saja. Perlu melihat riwayat-riwayat lain. Karena itu para Ulama jika hanya menilai satu riwayat saja, mereka ada yang mengistilahkan dengan sanad hadits ini shahih. Bukan berarti mereka menghukumi bahwa hadits itu shahih. Namun, mereka memastikan penilaian hanya untuk satu riwayat itu saja sanadnya shahih artinya bersambung tidak terputus dan perawinya tsiqoh. Dikutip dari naskah buku โ€œMudah Memahami Ilmu Mustholah Hadits Syarh Mandzhumah al-Baiquniyyah, Abu Utsman Kharisman Sumber cyi0.
  • 19nuady5mg.pages.dev/35
  • 19nuady5mg.pages.dev/510
  • 19nuady5mg.pages.dev/96
  • 19nuady5mg.pages.dev/543
  • 19nuady5mg.pages.dev/520
  • 19nuady5mg.pages.dev/588
  • 19nuady5mg.pages.dev/408
  • 19nuady5mg.pages.dev/452
  • berikut ini yang tidak termasuk syarat perawi hadits adalah